Limbahlunak organik ini banyak sekali ditemukan di daerah pesisir pantai atau laut. Dan yang tersedia di daerah seperti ini seperti : sabut kelapa serta daun kelapa. Daerah pegunungan Limbah lunak organik juga banyak di daerah pegunungan.
TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Di tangan kreatif pasangan suami istri asal Banyuwangi, dr. Ananta Naufal Habibi Sp. OT dan dr. Anita Yuni Kholillah, limbah pelepah pohon pisang dapat dibuat menjadi paper bag yang ramah lingkungan, yang ia namai Sang Paper. Berawal dari Istri Ananta yang menggemari dunia fashion terutama designer ecofashion fashion orientasi ramah lingkungan dan kebingungan mencari packaging yang ramah lingkungan, karena ia prihatin sampah plastik yang saat ini sudah "Saya sama istri melakukan riset mencari alternatif packaging dan akhirnya kami menemukan bahan paper bag dari limbah gedebog pelepah pohon pisang," kata owner Sang Paper, Rabu 26/02/2020. Ananta menjelaskan paper bag ini ia produksi baru empat bulan dan masih skala industri rumahan di dusun Krajan desa Tegalharjo, kecamatan Glenmore, Banyuwangi. Alur proses pembuatan paper bag ini cukup mudah dengan pengumpulan bahan limbah pelepah pohon pisang dari warga sekitar, lalu dipotong kecil-kecil, kemudian dilakukan fermentasi dan perebusan dicampur garam, dihancurkan lalu dicetak dan penjamuran hingga membentuk kertas kering. "Paper bag ini masih baru kami jalankan sekitar 4 bulanan. Tetapi sudah ada beberapa tawaran baik dari luar negeri maupun dalam negeri untuk berproses membuat perusahaan pembuatan kertas," terangnya. Bersama 11 karyawannya, Sang Paper baru dapat memproduksi paper bag kertas. Rencananya ke depan akan proses riset menjadi pengganti styrofoam dalam membungkus makanan, paper cup, bahan wraping bucket dan penggunaan kertas secara umum. Namun perlu penambahan bahan alami lain untuk menambah karakteristik kertas yang ingin dikehendaki meningkatkan durabilitas, kekuatan, keputihan dan lain sebagainya. Tujuan ia bersama sang istri menciptakan paper bag dari limbah pelepah pohon pisang adalah untuk mengurangi penggunaan plastik pada packaging, mengurangi penggunaan paper bag konvensional, di mana dalam pembuatan kertas tersebut masih menggunakan pohon sebagai bahan bakunya, sehingga masih ada nya deforestation atau penggundulan hutan pada produksi paper bag konvensional, meningkatkan nilai tambah sampah menjadi barang bernilai. "Nah ke depan value limbah pelepah pohon pisang gedebog akan meningkat, karena masyarakat jadi punya pendapatan lebih dengan menjual gedebog ini," kata Ananta yang sekaligus dokter spesialis bedah orthopaedi dan traumatologi di salah satu rumah sakit daerah di Banyuwangi. Soal harga yang ia perjualbelikan sangat terjangkau, mulai dari harga Rp - Rp. per buah menyesuaikan ukurannya. Paper bag ini kuat diisi barang hingga sebesar 5 kilogram. Paper bag ini sama seperti kertas pada umumnya, apabila kondisi baik bisa bertahan sampai tahunan atau bulanan. Namun jika kondisi basah bisa hancur dalam tanah sekitar 7 harian. Ananta berharap dengan pembuatan paper bag dari limbah pelepah pohon pisang ini, lebih banyak masyarakat lebih peduli tentang masa depan bumi dengan menggunakan bahan baku ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan plastik, serta semakin banyak produk yang lebih ramah lingkungan. *** Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
JOMBANG- Bagi banyak orang, pelepah pisang mungkin dipandang sebagai sampah tak berguna. Namun, di tangan Suryanto, 42, warga Dusun Bebekan, Desa Tapen, Kecamatan Kudu ini, pelepah pisang bisa diolah menjadi berbagai kerajinan yang bernilai jual tinggi. Di antaranya produk songkok, vas bunga, topi dan ragam kerajinan lainnya.
- Hampir semua bagian dari pohon pisang bisa dimanfaatkan. Selain buahnya, daun, batang hingga jantung pisang pun biasa dimanfaatkan masyarakat. Di era modern dan semakin majunya penelitian, limbah pelepah pisang pun bisa digunakan menjadi bahan penyerap hidrogel ramah ini merupakan ide para mahasiswa Universitas Gadjah Mada UGM. Salah satu mahasiswa yang terlibat penelitian ini, Talitha Tara Thanaa mengatakan, pengembangan hidrogel dari limbah pelepah pisang ini berawal dari keprihatinan mereka terhadap keberadaan limbah popok bayi. Baca juga Dosen Psikologi UII Jelaskan Kondisi Cancel Culture dan Dampaknya Bahaya limbah popok bayi Apalagi saat ini limbah popok bayi jumlahnya terus meningkat. Padahal popok bayi termasuk limbah yang sulit terurai sehingga mencemari lingkungan. "Biasanya bayi memakai popok 3-4 buah per hari. Sementara tiap tahun di Indonesia ada 4,2-4,8 juta ibu hamil melahirkan bayi. Jadi, bisa banyaknya dibayangkan limbah popok ini," kata Talitha seperti dikutip dari laman UGM, Senin 23/8/2021.Dia menerangkan, bahan penyerap atau super Absorbent Polymer SAP yang terdapat dalam popok bayi berfungsi untuk menyerap dan menyimpan air mengandung natrium akrilat berasal dari minyak bumi. Kandungan tersebut sulit untuk terurai oleh lingkungan. Tidak hanya itu, air atau kotoran yang tersimpan dalam popok bisa membahayakan kesehatan tubuh. Dari keprihatinan tersebut, para mahasiswa ini melakukan penelitian dengan memanfaatkan limbah pelepah pisang pun bisa digunakan menjadi bahan penyerap hidrogel ramah lingkungan. Baca juga Mahasiswa, Kenali Perbedaan Fungsi Aerator Akuarium dan Tabung Oksigen Selain Talitha, penelitian ini juga digawangi oleh Hardian Ridho Alfalah dan Delvira Sari. Ridho menyampaikan, selama ini pelepah pisang belum dimanfaatkan secara optimal dan hanya dibuang begitu saja. Padahal, di dalam pelepah pisang memiliki kandungan selulosa cukup tinggi. "Kandungan selulosa ini bisa digunakan sebagai bahan penyerap dengan kemampuan serap tinggi," ungkap Hardian Ridho Alfalah. Baca juga Mahasiswa Unair Manfaatkan Kulit Pisang untuk Perawatan Luka Modern
Salahseorang anggota KKN UMSurabaya Fauziah Trisna ditemui di kampus setempat, Senin, mengatakan ide mengolah limbah menjadi pot ramah lingkungan karena dia bersama 14 anggota lainnya melihat kondisi di Kalianak banyak sampah dari pelepah pisang. "Kami berupaya mengolahnya secara sederhana agar mudah diadaptasi warga.
Kebanyakan wadah atau kemasan makanan yang dikenal masyarakat saat ini berbahan gabus sintetis alias styrofoam. Banyak pula yang berbahan dasar plastik atau karton. Kemasan dengan bahan-bahan tersebut dinilai tidak ramah lingkungan. Styrofoam dan plastik sulit atau bahkan tidak dapat terurai di alam. Sementara, produksi karton dan kantong kertas mengorbankan pohon dan mendorong deforestasi. Sebagai alternatif, Plepah menawarkan wadah pembungkus makanan yang lebih ramah lingkungan. Seperti namanya, pelaku industri kreatif Tanah Air ini membuat wadah pembungkus makanan dari pelepah pinang. Sebelum itu, Plepah pernah melakukan riset internal. Dari riset itu, mereka mencatat kontribusi sampah styrofoam yang terbuang ke laut Indonesia dari 18 kota selama Januari 2018 mencapai 0,27 hingga 0,59 ton. Hal itu lantas mendorong mereka untuk mengurangi jumlah sampah styrofoam dengan menciptakan inovasi wadah makanan dari limbah yang dianggap tak bernilai. Dengan proses sedemikian rupa, mereka mengolah pelepah pisang menjadi wadah makanan yang tahan panas, tahan air, dan tahan minyak. Foto Ide awal Plepah Ide awal Plepah muncul ketika CEO Plepah, Rengkuh Banyu Mahandaru bersama inventornya berlibur ke Wakatobi. Di sana, ia melihat fenomena ikan paus terdampar, dan ketika dibelah, perutnya berisi sampah plastik. Dari situ, ia bersama tim mencari solusi untuk menghasilkan material alternatif yang ramah lingkungan dan terjangkau, hingga tercetus ide tentang kemasan makanan berbahan alami dari pelepah pohon pinang. Pelepah pinang dipilih karena banyak dianggap sebagai limbah yang tidak bernilai—tidak seperti buahnya. Biasanya, pelepah pinang akan berakhir bersama sampah pembersihan kebun yang akhirnya dibakar. Padahal, pelepah pinang memiliki tekstur yang kaku dan kokoh, tapi ringan. Selain itu, pelepah pinang juga lebih aman digunakan sebagai kemasan karena tidak mengontaminasi makanan. Saat ini, Plepah telah menghasilkan produk piring dan wadah kemasan dari pelepah pinang. Kedua produk itu pun sudah dipasarkan melalui jaringan e-commerce yang ada di Indonesia. Model bisnis berkelanjutan Plepah merancang model bisnisnya sebagai suatu sistem berkelanjutan, melalui pendekatan human centered dan proses mikro manufaktur. Dengan model bisnis ini, Plepah memiliki mindset untuk tidak sekadar memperbesar kapasitas produksi, tapi juga memperbanyak titik produksi. Dengan begitu, lebih banyak komunitas bisa terlibat, terdampak positif dan mandiri secara ekonomi. Sayangnya, masih ada tantangan yang mereka hadapi. Solusi ramah lingkungan yang ditawarkan Plepah ini masih terkendala harga ritel yang lumayan tinggi, jauh lebih tinggi ketimbang harga wadah berbahan styrofoam. Kendati demikian, Plepah berharap akan semakin banyak orang yang menaruh perhatian terhadap isu lingkungan dan mau menggunakan produk yang lebih ramah lingkungan. E04
ProsesProduksi Pemanfataan Limbah Pelepah Batang Pohon Pisang Untuk Aksesoris Kepala DI Daerah Kaujon Banten . × Proses Produksi Pemanfataan Limbah Pelepah Batang Pohon Pisang Untuk Aksesoris Kepala DI Daerah Kaujon Banten. Narada : Jurnal Desain dan Seni. Hidayat Sirruhu.
PemanfaatanPelepah Pisang Menjadi Produk Inovatif sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan Ekonomi Keluarga di Desa Jamberejo Kecamatan Kedungadem Kabupaten Bojonegoro. Re-Desain Edu-Tourism "Kampung Petualang" di Desa Singapadu Tengah, Kabupaten Gianyar, Bali. By I Wayan Parwata. Pengumuman PKM 2011. By Dita Dharmayanti.
. 400 444 328 61 318 265 445 358
limbah pelepah pisang dapat banyak ditemui di daerah